Jumat, 21 Januari 2011

Sampah Untuk Bahan Bangunan


Sampah juga dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan bahan bangunan, seperti batako. Pembuatan batako dengan bhan baku utama yakni berupa sampah dan berangkal (puing). Kedua bahan ini harus diolah terlebih dahulu, yaitu dengan cra dibakar atau dihancurkan di incinerator. Bila incinerator tidak ada, proses pembakaran dapat dilakukan di tempat lain, misalnya di pekarangan atau di dalam wadah khusus seperti drum.
Selain dibakar, sampah juga bisa dicacah dengan parang atau golok. Pencacahan dilakukan di sebuah wadah khusus, misalnya di cekungan tanah. Pencacahan tidak sebaik hasil pembakaran dan membutuhkan waktu yang cukup lama. Tidak semua tempat pembuangan sampah tersedia incinerator. Proses penghancuran berangkal dapat dilakukan di sebuah mesin giling khusus, dapat pula dilakukan secara manual. Penghancuran dengan mesin giling relatif lebih efisien dan efektif, waktu yang dibutuhkan lebih sedikit.
Perbandingan bahan untuk membuat batako, sampah yang telah dihancurkan (50%),  berangkal yang telah digiling (35%), semen (10%), dan air secukupnya (5%). Selanjutnya bahan-bahan tersebut dicampur dan diaduk hingga merata. Adukan jangan terlalu encer atau terlalu kental. Setelah menjadi adukan dimasukkan dalam alat pencetak, ratakan bagian atasnya. Setelah itu keluarkan batako yang sudah jadi dari alat cetak. Selanjutnya, untuk membuat lubang-lubang batako dapat dipergunakan pipa besi. Sebaiknya penusukan dilakukan ketika alat cetak baru berisi separo.
Untuk pembuatan bata pada prinsipnya sama dengan pembuatan batako. Komposisi perbandingan bahan sama persis dengan batako. Alat cetak bisa dipakai alat cetak bata merah non sampah.
Selanjutnya, untuk pembuatan genting, komposisi bahan yang diperlukan berbeda dengan komposisi jenis batako. Batako dan bata menggunakan adukan tipe kasar. Sedangkan untuk pembuatan genting membutuhkan adukan tipe halus dengan komposisi sebagai berikut, sampah yang dihancurkan (45%), berangkal yang digiling (30%), semen (20%), dan air secukupnya (5%). Cara pembuatannya, setelah adukan jadi, kemudian dimasukkan dalam alat cetak genting. Sebelumya alat cetak dilapisi plastik dan diolesi solar secara merata di seluruh permukaan plastik. Selanjutnya, adukan dipadatkan dan diratakan dalam cetakan.
Untuk pembuatan paving block diperlukan pencampuran dua tipe adukan, yaitu tipe kasar dan tipe halus. Perbandingan kedua tipe ini 1:2. Setiap satu bagian tipe halus dicampurkan denga dua bagian tipe kasar. Adukan yang sudah jadi dimasukkan ke dalam alat cetak kemudian dipukul-pukul agar menjadi padat. Cara mengeluarkan paving block dengan bantuan papan. Balikan alat cetak, tekan alasnya sambil menarik pegangannya.
Selanjutnya, untuk pembuatan tegel diperlukan bahan yang terdiri dari sampah dan berangkal hancuran, semen biasa, semen putih, pewarna semen, kapur giling dan air sabun. Khusus untuk sampah dan berangkal harus dibagi dua, yang kasar dan yang halus. Untuk itu sampah berangkal harus diayak dengan ayakan ukuran maksimum lubang 2 mm. Pemakaian bahan-bahan tadi tidak sekaligus tapi dibagi menjadi lima jenis adukan: Adukan ke 1: terdiri dari sampah dan berangkal halus dan semen biasa dengan komposisi 3 : 1. Aukan ke 2: terdiri dari sampah dan berangkal kasar dan semen biasa dengan komposisi 5 : 1.  Adukan 1 dan 2 digunakan untuk semua jenis tegel. Adukan ke 3: terdiri dari kapur giling dan semen putih dengan komposisi 2 : 1. Adukan ini dipakai untuk jenis tegel wavel. Adukan ke 4: terdiri dari semen putih, pewarna tegel dan air sabun. Setiap 1 kg semen putih membutuhkan air sabun 1 liter dengan pewararna secukupnya. Adukan ini digunakan untuk membuat tegel wavel dan kembang. Adukan ke 5: terdiri dari semen biasa, pewarna hitam dan air sabun. Setiap 1 kg semen biasa membutuhkan air sabun 3 liter dengan pewarna hitam secukupnya. Adukan ini digunakan untuk membuat tegel kembang dan polos.
Kemudian masukkan ke alat cetak yang terlebih dulu dilapisi dengan plastik yang diolesi solar. Untuk membuat tegel polos prosesnya paling sederhana. Masukkan adukan kelima setebal 4 mm. Ini untuk bagian kepala. Kemudian diikuti adukan kesatu juga setebal 4 mm. Lalu masukkan adukan kedua setebal 25 mm. Ini untuk bagian kaki. Setelah proses tadi selesai, kemuadian campuran adukan tadi di press. Langkah selanjutnya adalah mengeluarkan tegel yang sudah jadi dari alat cetakan.* (Ahmad Jauhari)

Sampah Menghasilkan Listrik


Sampah tidak hanya dapat dimanfaatkan sebagai kompos untuk pupuk organik, tapi juga dapat diolah menjadi energi bioarang, biomassa dan energi untuk listrik. Sampah dapat dijadikan barang aksesoris, barang fungsional dan sebagai bahan bangunan. Pengolahan sampah menjadi energi listrik sudah lazim dilakukan di banyak negara, tetapi di Indonesia fasilitas gas dari TPA masih relatif baru. Pada saat ini proyek untuk menghasilkan energi listrik dari sampah sedang dibangun di Bali dan di Bekasi, Jawa Barat.
Investor Inggris, Navigat Organic Energy Indonesia (NOEI), akan mendirikan instalasi pengelolaan sampah terpadu sebagai penghasil listrik untuk Denpasar, Badung, Gianyar dan Tabanan. Proyek ini akan mengolah sampah sebanyak 500 ton per hari dan menhasilkan listrik 5–8 megawatt. Teknologi yang digunakan adalah teknologi landfill. Prosesnya, menjadikan biogas yang didapat dari sampah melalui gas engine dikonservasikan menjadi energi listrik.
Pertama-tama seluruh sampah ditimbun dengan tanah, lalu lewat pipa yang dipasang di dalamnya, gas methan ditangkap dan digunakan untuk mengeringkan sampah. Dengan demikian tumpukan sampah tersebut akan mengering. Cairan yang keluar selama proses itu ditampung dan dikelola dalam instalasi khusus atau water treatment supaya tidak menimbulkan pencemaran. Untuk sampah yang baru,  prosesnya dipilah dulu. Sampah basah seperti kayu, daun, kertas dicacah dulu, kemudian dimasukkan dalam digester (pengering) yang nantinya menghasilkan biogas dan kompos. Teknologi ini disebut Anaerobic Digestion. Sedangkan sampah kering seperti plastik akan diolah dengan teknologi pirolisis dan gassfication, yakni dengan pemanasan tinggi tanpa oksigen yang menhasilkan gas dan digunakan untuk menggerakkan turbin.
Pemprov DKI juga berencana menerapkan system waste to energy (WTE), yang akan dibangun di empat lokasi; Marunda, Pulo Gebang, Ragunan dan Duri Kosambi. Dengan cara ini diharapkan sampah di Bantar Gebang bisa berkurang dari 6.250 ton per hari menjadi 1000 ton. Selain itu, sampah ternyata juga bisa dibuat bahan bangunan, seperti bata seukuran bata merah, batako, paving block, tegel, teraso dan genting.* (Ahmad Jauhari)